Umumnya usia sepuh menjadikan seseorang hanya tinggal di rumah saja. Sambil menemani cucu anak dan cucu yang masih balita atau mengurus taman rumah dan hewan piaaran di rumah. Begitulah keseharian orang-orang lansia.
Hal berbeda dilakukan Mbah Sina, warga Lingkungan Klonceng RT 02 RW II, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Sumbersar, Jember. Di usianya yang renta, ia masih berkeliling kampung. Ia rutin mencari dan mengumpulkan kertas dan botol bekas untuk dijual atau ditukar dengan beras. Begitulah kesehariannya.
Menurut penuturan keluarga dekatnya, usia Mbah Sina sudah lebih dari 100 tahun. Bukan usia yang lazim bagi seseorang yang masih bekerja mencari nafkah. Bahkan seabad bagi seseorang itu jelas bukan usia produktif. Dulu, suami Mbah Sina juga mencapai usai seratus tahun. Hal ini berdasarkan pengakuan dari salah satu putrinya.
Usia yang sangat jarang bagi kebanyakan orang saat ini. Jangankan untuk bekerja, untuk mengurus diri sendiri saja sering kali sudah tak bisa. Usia di atas 80 tahun umumnya tak mampu lagi merawat diri sendiri, harus dibantu orang lain. Acapkali, di usia ini, lansia butuh bantuan orang lain hanya untuk ke toilet atau bahkan untuk sekadar makan minum.
Ini berkebalikan dengan Mbah Sina. Ia masih bisa ke sana kemari untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Wanita sepuh dengan nama asli Fatima ini sejatinya punya tiga anak dan sembilan cucu. Dia tinggal agak jauh dari anak cucunya. Jarak terdekat dengan anaknya sekitar 15 km. Sudah beda kecamatan.
Mbah Sina ini patut diacungi jempol, meski di usia rentanya hidup seorang diri. Dari keriput wajahnya selalu tersungging senyuman. Menyapa setiap orang yang bertemu dengannya meskipun gigi tak utuh lagi.
Masa muda Mbah Sina bersama mendiang suami dihabiskan untuk bekerja sebagai tukang masak lepas di Batalyon 509/R Jember. Kemudian ia sempat pindah rumah dan tinggal bersama anak-anaknya di Dusun Kranjingan, Desa Karangrejo, Sumber Sari.
Kini ia menempati rumah bambu ukuran 6 x 10 meter. Ia jarang mengeluh. Justru Mbah Sina tampak tenang dengan keadaan ini. Waktunya dihabiskan dengan bekerja sebagai pemulung, mencari dan mengumpulkan kertas dan botol bekas untuk dijual atau ditukar dengan beras. Langkahnya tak surut meski dalam keterbatasan. Selalu tersenyum, meskipun pendengaran telah berkurang.
Dan menjadi kebiasaannya, jika barang-barang bekas telah laku terjual, dia selalu membagikan sesuatu. Entah itu berupa uang jajan atau jajanan kepada para tetangganya, terutama anak-anak kecil sekitar rumahnya.
Dia tinggal di gubuk bambu yang reyot itu memang kemauannnya sendiri. Ia ingin tinggal sendiri. Meski begitu, anak cucunya juga masih sering menengoknya. Semangatnya masih besar untuk tetap membahagiakan anak cucu. Dia pun selalu menyisihkan sedikit dari rezekinya hasil kerjanya untuk sekadar membelikan makanan ringan atau uang jajan untuk cucu-cucunya saat mengunjunginya.
Pelajaran yang bisa dipetik dari sosok Mbah Sina adalah, yang pertama jangan pernah putus asa walau keadaan sangat sulit. Kedua jangan pernah mengeluh. Ketiga, selalu tersenyum, dan keempat, jangan lupa berbagi walau sedikit. Serta kelima, jangan lupakan Allah dan selalu bersyukur.
Bagi Anda yang ingin mengulurkan donasi untuk Mbah Sina, bisa dikirim ke:
Bank Mandiri Syariah
Nomor 703.996.999.2
a.n. Yayasan Dana Sosial Al Falah