Sangat dapat dipastikan bahwa kita dan semua manusia menginginkan hidup yang penuh dengan kebaikan dan sebaliknya tidak mengharapkan keburukan terjadi dalam hidup. Kebaikan bisa bermakna ketentraman, kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan sedangkan keburukan bisa bermakna kegelisahan, huru-hara, kesempitan dan kesengsaraan.
Dengan berbagai macam teori psikologi maupun sosial pada dasarnya sesederhana itu. Semua yang dilakukan manusia dari bersekolah, bekerja, membangun usaha dan berinteraksi dengan sesama adalah upaya untuk menggapai kebaikan hidup dengan berbagai pengertiannya di atas.
Al-Qur’an yang diturunkan sebagai pedoman hidup manusia, sebagai peta dan ajakan untuk menuju kehidupan yang baik. Bahkan berpaling darinya adalah penyebab utama kehidupan yang sempit, sakit maupun sulit.
Allah swt. berfirman;
“Dan siapa saja berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (QS. Thaha 124).
Untuk mendapat kebaikan kehidupan yang penuh dengan kebaikan, Al-Qur’an mengajarkan dengan memulai menebar kebaikan pula. Bagaikan tanaman yang pohon dan buahnya baik. Kita akan milikinya jika kita mau menanam benih yang baik dengan cara yang baik pula.
Dalam banyak ayat Allah swt. mendorong, mengajak dan memerintahkan kepada kita untuk berbuat kebaikan. Dia pun mengabarkan bahwa Ia mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan, serta tidak akan menyia-nyiakan mereka yang melakukannya. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS: Al-Baqarah: 195).
Dalam ayat yang lain Allah swt. juga berifman;
“Bukankah balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS: Ar-Rahmaan: 60).
Ayat di atas sesecara gamblang menunjukkan kepada kita, jika ingin mendapatkan kebaikan maka lakukanlah kebaikan. Maka tak heran dalam pepatah tua ada ungkapan: If you want to be happy, make other happy! Dan menariknya ini berlaku untuk semua manusia dan inilah sesungguhnya hukum kehidupan.
Adalah James Bender dalam bukunya How to Talk Well [New York; McGray-Hill Book Company,Inc., 1994], menyebutkan sebuah cerita tentang seorang petani yang menanam jagung unggulan dan sering kali memenangkan penghargaan.
Saat diwawancarai oleh seorang wartawan untuk menggali rahasia kesuksesan petani tersebut, wartawan itu menemukan bahwa petani itu membagikan benih jagungnya kepada para tetangganya.
Dengan penuh rasa heran dan takjub sang wartawan bertanya, “Bagaimana Anda bisa berbagi benih jagung dengan tetangga Anda, lalu bersaing dengannya dalam kompetisi yang sama setiap tahunnya?”
Si Petani menjawab, “Tidakkah Anda mengetahui bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari jagung yang akan berbuah dan membawanya dari satu ladang ke ladang yang lain. Jika tetangga saya menanam jagung yang jelek, maka kualitas jagung saya akan menurun ketika terjadi serbuk silang. Jika saya ingin menghasilkan jagung kualitas unggul, saya harus membantu tetangga saya untuk menanam jagung yang bagus pula.”
Dalam kehidupan, mereka yang ingin menikmati kebaikan, harus memulai dengan menabur kebaikan pada orang-orang di sekitarnya. Jika Anda ingin bahagia, Anda harus menabur kebahagiaan untuk orang lain. Jika Anda ingin hidup dengan kemakmuran, maka Anda harus berusaha meningkatkan taraf hidup orang-orang di sekitar Anda.
Apa yang dikatakan petani baik hati tadi, sebenarnya adalah hanya satu bagian dari dalil ‘aqli atau upaya akal memahami prinsip hukum alam dan kehidupan terkait kebaikan dan keterhubungan. Di sisi Allah, bagi orang yang mau berbuat kebaikan ada karunia dan pahala yang jauh lebih besar melampaui apa yang dapat diperhitungkan dengan akal.
Sangat populer di telinga kita riwayat yang mengabarkan adanya seorang wanita yang pernah berbuat dosa, malah mendapatkan ampunan Allah dan surga. Tersebab kebaikan yang sederhana: memberi minum seekor anjing yang kehausan.
Oleh karenanya, dalam Islam kita diajarkan berbuat kebaikan kepada siapa saja, dimana saja, sebesar apa saja, tanpa memikirkan apakah kebaikan yang kita lakukan akan dibalas oleh yang menerimanya atau tidak.
Sedangkan berbuat baik kepada hewan saja dapat menggugurkan dosa dan mendatangkan surga, apatah lagi kebaikan yang diberikan kepada sesama muslim dan manusia. Semisal mengenyangkan laparnya, menentramkan kegundahannya, menjadikan kesedihannya kegembiraan.
Rasulullah saw. bersabda, “…Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya, atau membayarkan utangnya, atau menghilangkan laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’ktikaf di masjid ini (masjid Nabawi) selama sebulan…” (HR. Thabrani).
Dari hadis di atas kita mendapatkan gambaran, ternyata keluar rumah untuk membantu menyelesaikan keperluan saudaranya, bisa bernilai lebih baik di sisi Allah bahkan dari i’tikaf 40 hari di Masjid Nabawi. Dan menggembirakan orang lain dapat menyebabkan seseorang dicintai oleh Allah swt.
Berbuat baik juga dapat menjadi obat dari persoalan serta penyakit hati. Ada seorang sahabat yang menemui Nabi saw. Sahabat ini mengeluhkan kekerasan dan kekakuan di dalam hatinya, ia tidak merasakan kebahagiaan. Maka Nabi mengatakan,
“Jika engkau ingin agar hatimu menjadi lunak, maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad no. 7576 dan 9018)
Jika Anda ingin berinfaq atau bershadaqoh secara rutin, bisa melalui YDSF via rekening BRI Syariah nomor 77.00.000.000 atau Bank Mandiri Syariah nomor 703.996.999.2, atas nama Yayasan Dana Sosial Al Falah.
Dari uraian-uraian di atas menjadi jelas bagi kita, bahwa orang yang banyak berbuat kebaikan sama dengan menanam benih yang hasilnya akan dia tuai dan rasakan, sekecil apapun benih kebaikan yang ia tanam.
Ada nasihat Luqman kepada anak-anaknya yang diabadikan dalam Alquran;
“Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman 16).
Ayat di atas kembali menguatkan kesadaran kita akan adanya hukum tanam tuai. Siapa saja yang menginginkan kebaikan maka tanamlah, tebarkanlah benih kebaikan sekecil apapun. Jika suatu ketika kita merasakan gersangnya hidup, tak ada keteduhan, kesejukkan dan kebahagiaan, maka ingat, segeralah berbuat kebaikan sedapat apa yang kita mampu, kepada siapa saja, dimana saja. Karena apa yang kita terima dan rasakan adalah hasil dari apa yang kita tanam.
Semoga Allah menjadikan hati kita jernih, yang senantiasa terpanggil dan ringan serta gemar berbuat kebaikan, hingga Allah Swt. mengaruniakan kepada kita kehidupan yang baik, penuh kebahagiaan lahir maupun batin, di dunia maupun di akhirat. Amiin.
Oleh Drs. H. Suryono
KMPZis Al Falah Jember